Rabu, 03 Februari 2010

Valentine’s Day

Valentine’s Day

Tinjauan Sejarah

Bulan Februari tampaknya adalah bulan yang ditunggu-tunggu bagi sebagian kalangan muda di berbagai belahan dunia, termasuk di negeri kita ini. Karena pada bulan tersebut ada suatu tanggal, yaitu 14 Februari, yang disebut Valentine’s Day

Mari kita tinjau sejenak sejarah dibalik Valentine’s Day tersebut, yang kebanyakan orang mengenalnya sebagai hari kasih saying. Jika di tinjau dalam bahasa Inggeris, bahwa kata kasih sayang itu bukanlah makna sebenarnya kata “love”. Kata “love” maknanya lebih mendekati pada kegiatan hubungan kelamin. Oleh karena itu para kalangan pemuja sex sering membahasakan aktivitas sexualnya dengan sebutan “Making Love”. Dalam kamus bahasa inggeris, kasih sayang disebut “Affection”.

Dahulu orang – orang Romawi-Pagan sangat menanti-nanti datangnya bulan Februari dengan mencari pasangan baru, sekalipun hidup mereka setiap harinya telah terbiasa berganti-ganti pasangan. Sebab dalam kepercayaan Paganisme yang di anut orang-orang Romawi kuno pada waktu itu, bulan Februari merupakan bulan penuh “cinta” (love bukan affection), bulan penuh kesuburan (masa meningkatnya birahi). Dalam ritual yang mereka sebut dengan “Lupercalian Festival” (diambil dari nama dewa kesuburan yaitu Lupercus) itu, para pemuda dan pemudi dikumpulkan dalam tempat yang terpisah oleh pendeta tertinggi Pagan Roma di kuil pemujaan. Semua nama pemudi ditulis dalam lembaran-lembaran kecil yang dimasukkan kedalam kendi, setelah itu pendeta pemimpin ritual tersebut meminta para pemudanya untuk mengambil secara acak satu lembaran kecil tersebut layaknya sebuah arisan. Setelah mereka mendapatkan pasangan masing-masing, mereka bebas melakukan apa saja pada malam menjelang tanggal 14 Februari hingga malam menjelang tanggal 15 Februari. Pada tanggal 15 Februari mereka melakukan “Making Love” kembali di kuil pemujaan sebagai bentuk do’a kepada Dewa Lupercus agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh-roh jahat.



Selanjutnya, Pendeta Pagan-Roma membawa dua ekor kambing dan seekor anjing, yang kemudian disembelih di atas altar sebagai bentuk persembahan kepada Dewa Lupercus, setelah itu acara ritual dilanjutkan dengan minum anggur bersama. Setelah itu para pemuda mengambil satu lembar kulit kambing dari hewan yang telah disembelih tersebut untuk dibawa berlari-lari keliling kota yang diikuti oleh para pemudinya dan berlomba-lomba untuk meraih kulit kambing yang dibawa oleh para pemuda tersebut dengan keyakinan mampu membuat mereka subur, awet muda dan bertambah cantik. Ritual ini sangat favorit dan sangat dinanti-nanti oleh kalangan muda di Roma, sebab hal ini mengingat bahwa kehidupan masyarakat Pagan-Romawi sangat mengagungkan keperkasaan seorang pria, kecantikan seorang wanita, dan sex.

Tradisi ritual tersebut berlanjut ketika Roma dijadikan pusat gereja Barat oleh Kaisar Konstantin. Gereja malah melanggengkan ritual pesta birahi tersebut dengan “bungkus agama”, atas kebijakan kaisar konstantin yang notabenenya adalah Paus I dan Paus Gregory I. Selanjutnya pada tahun 496 M, Paus Glasius I menjadikan Lupercalian Festival sebagai perayaan gereja dengan memunculkan mitos tentang Santo Valentinus, yang dikatakan meninggal pada tanggal 14 februari. Padahal cerita itu jika boleh meminjam istilah ilmu hadist, maka dapatlah dikategorikan sebagai hadist maudhu’, karena tidak jelas periwayatannya.

Dari pihak gereja sendiri sebenarnya sudah mengeluarkan surat resmi melarang bagi para pengikutnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual tersebut yang tidak berdasar. Sebab dalam sejarah gereja sendiri tidak ditemukan kata sepakat mengenai sosok Santo Valentinus ini, bahkan banyak yang mengakui cerita tersebut merupakan eufisme atau dongeng belaka, yang penuh kedustaan.

Misi dibalik Valentine’s Day

Momen Valentine’s Day merupakan penjajahan budaya yang bersifat global. Tentu hal ini merupakan sesuatu yang terencana, sebagaimana yang dikatakan oleh Samuel Zwemmer, seorang tokoh yahudi yang menjabat sebagai Ketua Liga Yahudi Internasional pada konferensi Misi di Yerusalem pada tahun 1935, bahwa misi utama mereka bukanlah memurtadkan kaum muslimin untuk menjadi Yahudi atau Nasrani, karena itu sangat sulit, tapi cukuplah menjauhkan kaum muslimin dari agamanya, menjadikan generasi mudanya malas bekerja, suka berfoya-foya, senang dengan segala kemaksiatan, memburu kenikmatan hidup, dan berorientasi pada pemuasan hawa nafsu.

Selanjutnya gerakan misi punya 2 (dua) agenda :

1. “menghancurkan peradaban Islam dan membina kembali dalam bentuk peradaban barat. Ini perlu dilakukan agar si Muslim dapat berdiri pada barisan pendukung budaya barat untuk melawan saudaranya sendiri” (Samuel Zwemmer, dalam bukunya “Al Gharah ‘Alal Alam Islamiy”, hal 275)
2. Harry Dorman, dalam “Towards Understanding Islam” mengungkapkan sebuah pertanyaan seorang misionaris Kristen “boleh jadi, dalam beberapa tahun mendatang, sumbangan terbesar misionaris Kristen di wilayah-wilayah Muslim, akan tidak begitu banyak memurtadkan orang Islam, melainkan menyelewengkan Islam itu sendiri. Inilah bidang tugas yang tidak boleh diabaikan.

Agenda zionisme dibalik Valentine’s Day

Semua kita sedikit banyaknya sudah paham bahwa ada sebagian orang-orang Yahudi menjadi pembangkang. Mereka berusaha keras untuk menyesatkan bani Isra’il yang menjadi pengikut Nabi Musa as dengan risalah Tauratnya. Mereka merubah kitab Taurat menjadi kitab Talmud. Adapun yang menjadi substansi kitab Talmud itu adalah kebebasan berfikir dan berkehendak. Kemudian mengagung-agungkan eksistensi bangsa Yahudi, yang lebih mulia dari bangsa lain. Sehingga misi utama mereka adalah menciptakan feodalisme global dengan membangun Israel Raya dengan menguasai seluruh jazirah Arab dan Asia, termasuk Indonesia. Mereka menganggap bangsa Arab adalah budak, karena berasal dari Siti Hajar istri Nabi Ibrahim as yang keturunan budak. Sehingga mereka menyimpulkan Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah budak dan penganut agama budak. Mereka sudah membuktikan apa yang mereka ucapkan dan apa yang mereka yakini dengan memperlakukan orang-orang palestina dengan semena-mena tanpa prikemanusiaan, merampas, menganiaya, memperkosa, hingga membunuh. Sehingga pantaslah jika Allah SWT memberi laqab kepada mereka al-Maghdhuub yaitu orang-orang yang dimurkai. Para ahli tafsir dalam hal ini tidak ada perbedaan dalam penafsiran bahwa “al-maghdhuub” adalah Yahudi sedangkan “al-dhaallin” adalah Nasrani.

Sedangkan sebagian dari pengikut Nabi Isa as yang menganut Nasrani menjadi korban penyesatan orang-orang Yahudi, dengan mengatakan Isa adalah anak Tuhan, jika mereka orang-orang Nasrani ingin mendapatkan dua surga (surga dunia dan akhirat), maka korbankan Isa si anak Tuhan itu untuk menebus dosa anak manusia dengan disalib. Maka ada pengikut Nabi Isa as yang bernama Yudas berada pada barisan pertama mengejar Isa as, Yudas dan kawan-kawannya tidak peduli terhadap peringatan Nabi Isa as bahwa sesungguhnya mereka telah disesatkan oleh orang-orang Yahudi. Namun Allah berkehendak lain. Allah menyelamatkan Nabi Isa as, sebaliknya Yudaslah yang ditangkap karena wajahnya yang diserupakan oleh Allah SWT seperti Nabi Isa as.

Lantas Yudas disalib, maka momen itu menjadi awal ‘kemerdekaan’ bagi sebagian bani Isra’il yang menjadi pemuja hawa nafsu, mereka bebas berbuat apa saja tanpa memperdulikan dosa, sebab dosa menurut mereka sudah ditebus oleh Yesus (Isa as) anak Tuhan. Begitu juga mereka merekayasa Valentine’s Day dengan bungkus agama, yaitu kasih sayang, karena agama mengajarkan untuk berkasih sayang sesame manusia. Padahal itu merupakan bungkus untuk melakukan seks bebas dan penyimpangan seks.

Demikianlah cara-cara kaum Yahudi berupaya menghancurkan nilai-nilai agama samawi yang dianggap sebagai penghalang untuk mewujudkan ambisi mereka menjadi majikan dimuka bumi dan menjadikan bangsa lain sebagai budak, budak syahwat, budak uang dan budak kekuasaan. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar